Saturday, March 13, 2010

ACHEH TIDAK PERNAH MEMPUNYAI HUBUNGAN SEJARAH KETATANEGARAAN

OMAR PUTEH: ACHEH TIDAK PERNAH MEMPUNYAI HUBUNGAN SEJARAH KETATANEGA Topic List < Prev Topic | Next Topic >
Reply < Prev Message | Next Message >
http://www.dataphone.se/~ahmad
ahmad@...
www.ahmad-sudirman.com

Stavanger, 19 Maret 2005

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.


ACHEH TIDAK PERNAH MEMPUNYAI HUBUNGAN SEJARAH KETATANEGARAAN DENGAN
INDONESIA JAWA
Omar Puteh
Stavanger - NORWEGIA.


BERDASARKAN FAKTA DAN BUKTI MENYATAKAN BAHWA ACHEH TIDAK PERNAH MEMPUNYAI
HUBUNGAN SEJARAH KETATANEGARAAN DENGAN INDONESIA JAWA.

1. Telah tercatat dalam sejarah bahwa, kapal dagang saudagar-saudagar Acheh
memasuki Pulau Jawa, pada tahun 1030 (262 tahun sebelum wujudnya Kerajaan
Majapahit), untuk menjual batu-batu nisan hasil budayanya, bersambilan
dengan misi lain mereka meng-Islamkan Jawa itu sendiri.

Catatan sejarah kuno atau purba dari bangsa Acheh terhadap perdagangan batu
nisan itu, sama sekali terbaca, sebagai tidak mempunyai hubungan sebarang
elemen strukturil sejarah ketatanegaraan Acheh dengan Jawa, kecuali
dipandang dan disifatkan sebagai hubungan insidentil perdagangan dan
kebudayaan semata-mata. Sebagaimana telah dipahamkan, bahwa sememangnya
dengan batu-batu nisan itulah saudagar-saudagar Acheh meng-Islamkan
Jawa-Hindu ketika itu.

Diantara salah satu dari batu-batu nisan itu, kemudian selamat ditemui pada
tahun 1211 di Demak. Lucunya dari beberapa buah buku sejarah Penjajah
Indonesia Jawa, tahun 1211 itu, dikatakan dan diceritakan pula sebagai tahun
pertama sejarah kemasukkan Islam ke “Indonesia”?

Disini, dari keterangan diatas, terlihat perbedaan unik metoda pedagogis
magis? (hanya dengan relief batu nisan) yang diapplikasikan oleh
saudagar-saudagar Acheh dengan kehendak meng-Islam-kan Jawa-Hindu ketika
itu, dibandingkan dengan metoda pedagogis shadowis (wayang kulit), yang
diadoptasi oleh Pak Dalang Malik Maulana Ibrahim, ketika mengupgradingkan
Islam Jawa Abangannya, yaitu ratusan tahun setelah Jawa-Hindu itu
"dibatunisankan" oleh saudagar-saudagar Acheh.

Nah, itulah "misi" saudagar-saudagar Acheh! Dan itulah pula "misi"
batu-batu nisan dagangan saudagar-saudagar Acheh itu!

Disinipun kita lihat, walaupun Penjajah Indonesia Jawa, yang telah
mengetahui sejak awal, bahwa warganegara Kerajaan Peureulak, Darul 'Akla,
Acheh telah menerima syari'ah Islam sejak tahun 700, jauh sebelum cerita Mpu
Sendok-Jawa ditulis dalam lembaran sastra Jawa, namun sejarah itu,
disembunyikan oleh Penjajah Indonesia Jawa, malahan direkayasanya pula,
dalam bentuk cerita lain.

Memang Acheh itu bukan Indonesia! Dan sememangnya Jawa itu adalah
Indonesia! Mereka sebenarnya telah mengakui bahwa Peureulak, Darul 'Akla,
Acheh itu adalah Acheh, sedangkan Demak, Indonesia itu adalah Jawa!

Ini untuk menjadi catatan kepada Permadi PDI-P anggota Komisi I DPR Penjajah
Indonesia Jawa, bahwa Acheh bukan Indonesia Jawa! Kecuali si Sofyan
Djalil, yang bengok itu, yang baru saja dilantik oleh Penjajah Indonesia
Jawa sebagai Menteri Komunikasi dan Informasi, yang berasal dari Peureulak,
Darul 'Akla, Acheh juga, tetapi telah menyatakan dirinya sebagai Indonesia
Jawa etnis Acheh Mojokertonis-Solois!

Untuk uraian masalah batu-batu nisan Acheh ke Jawa dan cerita rujak
sambalnya, nampaknya sudah cukup dan memadai untuk diterangkan bahwa ianya
tidak mempunyai hubungan unilateral atau bilateral ketatanegaraan apapun
antara Acheh dengan Jawa.

2. Begitu juga dengan "misi" Fathahillah dari Pasee, Acheh, yang kemudian
dikenal sebagai Sunan Gunung Jati, salah seorang diantara Wali Songo orang
Jawa yang dipuja-sembah oleh Islam-Jawa Abangan. Dan "misi" anak-cucu
Fathahillah (Sunan Gunung Jati): Sultan Yusuf menjadi Raja Sunda dan Sultan
Hasanuddin menjadi Raja Banten. Misi inipun tidak mempunyai sebarang
hubungan strukturil ketatanegaraan antara Acheh dengan Jawa atau Indonesia!

3. Atau begitu juga dengan rekayasa "misi" dongengan sejarah Majapahit
menyerang Kerajaan Teumiang, Acheh, yang kemudian diceritakan kesemua
tentara Majapahit itu sendiri, dihancurkan dan sekaligus Perdana Menterinya
Gajah Mada mati dibunuh oleh tentara Kerajaan Benoa, Temiang, Acheh, yang
diserang itu. Kalau benar Gajah mati dibunuh di Benoa, Teumiang, Acheh, maka
secara kebetulan tahun kematiannya bertepatan dengan tahun yang sama, tahun
kunjungan pertama Ibnu Bathutah ke Acheh pada tahun 1364.

Timbul pertanyaan bagaimanakah ketahanan fisik Gajah Mada, yang dikatakan
pada tahun penyerangan atas Kerajaan Benoa, Teumiang, Acheh itu umurnya
sudah mencecah 90 tahun, (mengikut umurnya pada tahun dia menumpas
gerombolan Ranggalawe Cs), dan tidakkah ia mengalami mabuk laut
termuntah-muntah dengan perahu kecilnya, berlayar dari Delta sungai Brantas
atau dari Pulau Djawa yang letak geographisnya beribu-ribu mile itu?

Kemudian bangkai Gajah Mada, yang mati di Benoa, Teumiang, Acheh itu
dilayarkan lewat Selat Karimata, lewat Laut Jawa, lewat Delta Kali Brantas
atau lewat Pulau Jawa untuk ditanam di Pulau Buton, Sulawesi? Mengapakah
musti ke Pulau Buton, Sulawesi? Mengapakah tidak ditanam di Delta Sungai
Brantas, di Pulau Jawa?

Di Pulau Buton, Sulawesi itu, kuburan Gajah Mada dikeramati, seperti
keramatnya para Wali Songo, yang sembilan itu, karena “ceritanya” bangkai
Gajah Mada telah mengubah struktur kandungan bumi Pulau Buton, menjadi aspal
hitam, seperti laaksaan juta plankton-plankton menjadi minyak, seperti
pakis-pakis raksasa menjadi intan, seperti ribuan anak-anak Jawa pembunuh
bayaran KNIL Belanda menjadi si Belanda Hitam?

Lantas mengapakah pula wajah Prof Mohammad Yamin SH alias Mpu Tantular
dijadikan acuan gypsum untuk membentuk wajah patung Gajah Mada, yang
bangkainya itu telah menjadi aspal hitam itu? Misi inipun tidak mempunyai
sembarangan hubungan strukturil ketatanegaraan antara Acheh dengan Jawa atau
Indonesia!

4. Atau begitu juga dengan "misi" dongengan sejarah Majapahit menyerang
Pasee, (ketara sekali bentuk rekayasa dongengannya), karena dalam satu
cerita lain sehubungan dengan yang disebut pada point (3) diatas: Kerajaan
Pasee mengirim tentaranya membantu tentara Kerajaan Benoa, Temiang, untuk
menghancurkan tentara Majapahit sehingga Perdana Menterinya Gajah Mada,
sendiri mati dibunuh. Selain itu, Prof C.C.Berg, telah mengatakan bahwa
tidak ada tanda-tanda apapun bahwa Majapahit pernah berjingkrak keluar dari
wilayah Jawa Timur dan Madura. Jangankan dengan tentara lautnya, sedangkan
tentara daratnyapun pernah dihancurkan oleh Kerajaan Pajajaran. Karena,
dalam sejarahnya Majapahit tidak pernah ada armada lautnya. Kalau tidak
mengapa ALRI mengambil latar belakang sejarahnya dari sejarah Angkatan Laut
Kerajaan (Negara) Acheh, sebagaimana ucapan Deputy KSAL tahun 1969 di depan
Mesjid Raya, Baiturrahman di Banda Acheh. Misi inipun tidak mempunyai
sebarangan hubungan strukturil ketatanegaraan antara Acheh dengan Jawa atau
Indonesia!

5. Atau begitu juga dengan wujudnya "misi" makam kembar dari seorang ahli
kubur di Pasee: Makam pertama dari makam kembar itu, bertuliskan aksara Arab
sedang makam yang sebuah lagi dari makam yang kembar itu pula, dituliskan
dengan aksara Jawa? Mengapakah "benda" seperti ini bisa terjadi sedemikian
rupa?

Rekayasa pemalsuan sejarah itu baru terbuka, ketika seorang periset sejarah
Acheh dari Malaysia, sedang membuat serangkaian riset sejarah di Acheh,
diantaranya mengunjungi makam-makam sejarah digugusan makam Sultan
Malikussaleh, di Pasee. Karena mungkin ingin mengetahui langsung dari mulut
sang Kurator Musium Sejarah Acheh dari Banda Acheh itu sendiri, maka beliau
mengajukan sebuah pertanyaan:

"Bagaimanakah cerita sejarah sebenarnya, maka makam kembar dari seorang ahli
kubur yang disemadikan disitu, tetapi kemudian dijadikan dua sebagai makam
kembar: Yang satu bertuliskan dengan aksara Arab sedang makam kembar yang
satu lagi pula, dituliskan aksara Jawa? Begitu susah sang Kurator Sejarah
Acheh dari Banda Acheh itu menjawabnya, tetapi walaupun demikian, beliau
terpaksa menjawabnya juga: "Terlalu sangat susah saya menjawabnya!" Dengan
penjawaban sedemikian rupa, maka periset sejarah dari Malaysia itu, segera
menjadi maklum bahwa: Inilah sebagai salah satu kuburan sejarah politik
Penjajah Indonesia Jawa agaknya!!! Terungkapnya "peristiwa" perekayasaan
sejarah politik Penjajah Indonesia Jawa di Acheh kepada periset sejarah
Acheh dari Malaysia dan Jurnalist Utusan Malaysia pada tahun 1998 atau lebih
kurang tujuh tahun yang lalu itu, sungguh sangat mengejutkan bangsa Acheh
khususnya dan bangsa-bangsa Melayu Nusantara, pada umumnya, yang berada di
luar Pulau Jawa. Misi inipun tidak mempunyai sebarang hubungan strukturil
ketatanegaraan antara Acheh dengan Jawa atau Indonesia!

6. Begitu juga dengan "misi" Hikayat Raja-Raja Pasee. Mengapakah buku asli
Hikayat Raja-Raja Pasee, katanya hanya tinggal sebuah dan hanya dimiliki
oleh kerabat diraja Keraton Solo: Kuntjorodiningrat? Sehingga pernah
dikabarkan bahwa, Leiden Universitiet, dari Belanda terpaksa meminjamnya
dari sana? Misi inipun tidak mempunyai sebarangan hubungan strukturil
ketatanegaraan antara Acheh dengan Jawa atau Indonesia!

7. Begitu juga dengan "misi" penulisan sebuah naskah sejarah kemasukan Islam
di Peureulak, Darul 'Akla, Acheh pada tahun 700 itu, sebagai kemasukkan
Islam pertama di Asia, dikabarkan telah diisyaratkan musti menyelipkan
sealenia tulisan, yang menerangkan, bahwa Majapahit pernah menyerang Pasee?

Catatan: Tulisan tentang kemasukkan Islam ke Peureulak, Darul 'Akla, Acheh
pernah sampai ke Malaysia. Omar Puteh (penulis) pernah mintakan kepada
seorang rakan, agar tulisan yang telah dibingkaikan dengan cantik itu,
segera diturunkan dari gantungannya. Rakan itu mungkin merasa bangga, karena
tulisan yang dibingkaikan dengan cantik tadi dan digantungkan itu,
menerangkan kemasukkan Islam pertama ke Peureulak, Darul 'Akla, Acheh,
tetapi juga tercatat sebagai kemasukkan Islam pertama di Asia.

Tetapi rakan itu mungkin lupa dan tidak pula memikirkan kejadian apa yang
akan berlaku dimasa depan, bahwa akan ada orang sejenis Permadi dari PDI-P,
dari Komisi I DPR Penjajah Indonesia Jawa, akan mendakwa: Peureulak, Darul
'Akla, Acheh termasuk dalam bingkai wilayah integrasi Penjajah Indonesia
Jawa. Dakwaannya itu, karena Permadi itu buta sejarah!

Kemustian menulis Majapahit menyerang Passe dalam tulisan naskah sejarah
kemasukkan Islam ke Peureulak, Darul 'Akla, Acheh agar dimasa akan datang,
akan dibaca dan diingat oleh generasi Acheh berikutnya bahwa sejarah Acheh
yang demikian itu, akan diterima sebagai kesahihan sejarah.

Sama seperti yang telah banyak dilakukan oleh Prof Muhammad Yamin SH alias
Mpu Tantular diantaranya diciptakan sejarah "Sumpah Palapa". Apa itu Sumpah
Palapa? Rekayasa Sumpah Palapa itu diciptakan oleh Prof Muhammad Yamin SH
alias Mpu Tantular atas kehendak Soekarno si Penipu licik, agar dengannya
ketika Negara Republik Indonesia Serikat (RIS) dilebur oleh Rezim Jawa
Chauvinistis dari negara bahagian RI-Jawa Jokya dari aliran nasionalisme
etnis (Jawa) menjadi NKRI (Negara Kolonialis Republik Indonesia Jawa) maka
wilayah "nusantara" itu akan diklaimnya sebagai wilayah otomatis orang-orang
Jawa dari Negara Kertagama (Negara Kota Gajah Mada) Majapahit.

Untuk menjawab apa itu "Sumpah Palapa", Prof C.C. Berg telah menjelaskan
bahwa dia telah menyelidiki dengan penuh kecermatan dan ketelitian semua
naskah-naskah dongengan sejarah Jawa lama; semua kumpulan-kumpulan cerita
rakyat Jawa lama, baik yang masuk kedalam panggung Ketoprak, Wayang Wong,
Wayang Kulit, Ludruk dan segala jenis mantra-mantra kuda kepang mabok
kemenyan bakar; namun tidak menemui apapun tanda-tanda atau bacaan-bacaan
yang bisa menerangkan dan menyokong bahwa disana pernah wujudnya Sumpah
Palapa itu. Kecuali sebuah sumpah murni Gajah Mada: "Aku akan mengabdikan
seluruh sisa hidupku untuk negara dan tidak akan lagi mau terlibat dengan
pesta-pora sex!" Mungkin inilah sebenarnya "Sumpah Palapa" itu, bukan yang
mengatakan bahwa akan menyatukan seluruh wilayah Nusantra. Sumpah (Palapa)
Gajah Mada itupun terikrar, setelah perempuan muda simpanannya
"digeranyangi" oleh anak Raden Wijaya: Kerta Rajasa anak dari istri asal
Jambi?

Kita tidak perlu heran, terhadap tingkah-laku Prof Muhammad Yamin SH alias
Mpu Tantular itu, seperti tingkah-lakunya menggypsum wajahnya sendiri,
tetapi kemudian dia pula mengatakan itulah wajah Patih Gajah Mada!

Kita tidak perlu heran tingkah-laku Prof Muhammad Yamin SH alias Mpu
Tantular, karena dia dan Prof Soepomo yang menciptakan Pancasila, tetapi
kemudian trade mark-nya, menjadi kepunyaan Soekarno si Penipu Licik.

Sama halnya kita tidak perlu heran, jika si Permadi dari PDI-P, anggota
Komisi I DPR-Penjajah Indonesia Jawa, seperti suatu kejadian ketika Kolonel
Sarwo Edhi (Bapak mertua si Susilo Bambang Yudhoyono) menenteng kepala Dipo
Negoro Aidit ke Istana Merdeka untuk diserahkan kepada Suharto Kleptokracy,
dengan sukacitanya dia mengatakan dirinya kepada Sarwo Eddi, bahwa dia bukan
PNI-ASU tetapi PNI Osa-Osep!

Permadi dari PDI-P, anggota Komisi I DPR-Penjajah Indonesia Jawa, kamu telah
diingatkan oleh Ustadz Ahmad Sudirman bahwa Acheh itu bukan kepunyaan
Mbahmu, tetapi Acheh itu adalah kepunyaan bangsa Acheh, warisan dari nenek
moyangnya, yang telah pernah dipertahankan dalam Perang Acheh sejak
1873-1942, dengan pengorbanan melebihi 100.000 jiwa bangsa Acheh, yang ikut
disembelih oleh Jawa-Jawa pembunuh bayaran KNIL Belanda, atau oleh para
histotrian meyebutkannya sebagai The Black Dutchmen, si Belanda Hitam!

Adakah kamu Permadi dari PDI-P, anggota Komisi I DPR-Penjajah Indonesia
Jawa, pernah diberitahukan oleh Mbahmu, bahwa Mbahmu-Mbahmu adalah ex
anak-anak Jawa pembunuh bayaran KNIL Belanda atau si Belanda Hitam?

Sebaiknya kamu Permadi dari PDI-P anggota Komisi I DPR-Penjajah Indonesia
Jawa, kalau benar kamu adalah Permadi yang pernah diceritai oleh Kolonel
Sarwo Edhi, bahwa Soeharto Kleptokracy dengan ABRI-TNI/POLRI, Tentara
Teroris Nasional Penjajah Indonesia Jawanya atau si Belanda Hitam telah
membunuh lebih 3.000.000 (tiga juta) jiwa: Mereka-mereka buruh pabrik yang
tidak cukup makan dan buruh tani yang miskin yang tidak bersalah, sebagai
korban Peristiwa 1965 dan Pulau Buru, maka kamu wajib memberi sokongan penuh
di DPR-Penjajah Indonesia Jawa itu, dan kamu musti berjanji dengan sesungguh
hati dengan dibarengi konsekwensi tinggi serta tanpa tedeng aleng-aleng
untuk turut membantu langsung atau tidak langsung perkara gugatan dari
30.000.000 (tiga puluh juta) anggota keluarga-keluarga korban Peristiwa 1965
dan Pulau Buru untuk menggugat sampai tuntas: Suharto Kleptokracy, B.J.
Habibie, Gus Dur alias Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarno Putri dan Susilo
Bambang Yudhoyono agar bisa diseret ke Mahkamah Hak-Hak Azasi Manusia, di
Jakarta sesegera mungkin sebelum diseret ke Mahkamah Internasional atau
International Criminal Court of Justice di Den Haag, Belanda!

Dan bukan kamu, sebagai Permadi dari PDI-P anggota Komisi I DPR-Penjajah
Indonesia Jawa, yang coba mempersoalkan Wilayah Kedaulatan Negara Acheh
Sumatra!

(bersambung: Plus I + Acheh Tidak Mempunyai Hubungan Sejarah Ketatanegaraan
Dengan Indonesia Jawa)

Wassalam

Omar Puteh

om_puteh@...
om_puteh@...
Norway
----------

_________________________________________________________________
Hitta rätt på nätet med MSN Sök http://search.msn.se/





Sat Mar 19, 2005 5:52 am

Show Message Info
#9508 of 19854
Msg List
View Source
Use Fixed Width Font
Unwrap Lines
"Ahmad Sudirman"
hakim54se
Offline Offline
Send Email Send Email

< Prev Message | Next Message >
Expand Messages Author Sort by Date
OMAR PUTEH: ACHEH TIDAK PERNAH MEMPUNYAI HUBUNGAN SEJARAH KETATANEGA
http://www.dataphone.se/~ahmad ahmad@... www.ahmad-sudirman.com Stavanger, 19 Maret 2005 Bismillaahirrahmaanirrahiim. Assalamu'alaikum wr wbr. ACHEH... Ahmad Sudirman
hakim54se
Offline Send Email Mar 19, 2005
5:52 am

No comments: